Ilustrasi judi online (Dok. Ist) |
Tajam.net Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang berusaha mengatasi judi online yang sulit dibasmi, bahkan di perbankan.
Mereka mencari cara agar sistem perbankan bisa menangkap transaksi-transaksi yang mencurigakan, meskipun nilainya kecil.
"Sama kayak misalnya sekarang pemerintah, sangat valid untuk berusaha memberantas judi online dan sebagainya. Kami minta kepada pemerintah, ayo bikin aplikasi supaya bisa menangkap aktivitas-aktivitas yang mencurigakan," kata Mirza dalam acara Digital Bank Summit, Jakarta, Selasa (23/7).
Nominal transaksi judi online biasanya sekitar Rp 100.000, sedangkan pihak bank baru dapat melapor ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jika nilai transaksi mencurigakan di atas Rp 500 juta.
"Tapi kan yang masuk ke pelaporan ke PPATK mungkin jumlahnya di atas Rp 500 juta. Tapi kalau judi online kan mungkin Rp 100 ribu, Rp 100 ribu, Rp 100 ribu gitu," jelasnya
Untuk mengatasi hal ini, OJK sedang mendorong pembentukan sistem yang bisa mendeteksi transaksi dengan jumlah kecil di perbankan.
Sebelumnya, OJK menyebut salah satu modus judi online yang tumbuh subur adalah jual beli rekening.
Oleh karena itu, OJK meminta pihak bank untuk menjamin sistemnya lebih agresif terhadap segala jenis kejahatan ekonomi, termasuk judi online.
Pihak OJK juga telah memblokir 7.000 rekening yang terlibat transaksi judi online sebagai salah satu upaya memberantas praktik judi online yang semakin menjamur di Indonesia.
Dalam acara Digital Bank Summit, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara meminta agar pemerintah membuat aplikasi yang bisa menangkap aktivitas-aktivitas mencurigakan terkait judi online.